Unforgettable August, 17 2016

Cerita ini dibuat untuk pembaca yang ingin tahu saat-saat terakhir Bundo pergi meninggalkan dunia untuk selamanya. Mungkin cerita perjuangan Bundo yang terdahulu akan diceritakan kemudian.

Sebagian readers tahu bahwa aku sempat berniat mengajukan resign di tempat kerjaku saat ini. Sesungguhnya, alasan utamanya adalah karena aku ingin lebih intens merawat Bundo yang semakin hari kondisinya semakin menurun. Untuk aku yang jarang bertemu, hanya setiap weekend, tentu penurunan kondisi Bundo lebih terlihat karena jarang bertemu.

Sejak sebelum puasa, Bundo sudah masuk RS. Awalnya dikarenakan belakangan butuh waktu lebih lama untuk adjustment kondisi Bundo untuk bisa kemo. Setelah kemo, ternyata kondisi Bundo belum baik sehingga belum bisa pulang. Bundo mulai merasakan sesak. Ternyata, ditemukan bahwa ada cairan di paru-paru Bundo. Semenjak itu, Bundo jadi bergantung dengan oksigen. Pengobatan dilakukan dengan melakukan operasi kecil di punggung untuk mengeluarkan cairan setiap harinya. Proses pengobatan cairan di paru-paru ini cukup lama hingga sebulan berlalu, dua bulan berlalu. Sejak keadaan Bundo semakin menurun, bahkan sudah tidak bisa beranjak dari kasur, harus 24 jam ditemani, setiap weekend pasti defaultnya aku pulang ke Cimahi. Sekitar awal Agustus, cairan paru-paru Bundo mulai berkurang hingga sudah tidak keluar lagi. Sesaknya sudah agak berkurang. Dokter pun mengizinkan untuk bisa rawat jalan dan akan dilakukan home care. Namun, Bundo belum bisa lepas dari oksigen. Jadi, untuk pulang pun kami melakukan persiapan dengan mencari tabung oksigen dan kontak untuk isi ulang tabungnya.

Sabtu, 6 Agustus 2016
Hari ini ada resepsi pernikahan tanteku di Cirebon. Aku menjadi perwakilan keluarga Nurhadi untuk menghadiri resepsi. Jadi, Jumat malam aku bersama tante yang lain berangkat ke Cirebon. Dari Cirebon, aku ikut Mbah dan kelg Oom ke Bandung karena Mbah mau menjenguk Bundo. Sekitar pk 23.30 baru ambulans tiba di rumah karena harus mengurus administrasi terlebih dahulu. Keesokan harinya Mbah kembali ke Pemalang dan aku ke Jakarta.

Jumat, 12 Agustus 2016
Aku pulang ke Cimahi dari Cikarang dengan bus. Aku masih ingat, di perjalanan bertelepon dengan bossku membicarakan sesuatu berhubungan dengan pekerjaan. Beliau juga tahu aku sedang dalam perjalanan ke Bandung dan menitipkan salam untuk Ibuku. Katanya sekitar minggu depan beliau berencana untuk ke Bandung sekalian nengok Bundo.

Setiba di rumah, aku langsung menghampiri Bundo, sosok yang selalu kucari pertama kali setiap weekend saat pulang ke rumah. Aku sempat menyampaikan salam dari bossku dan bilang bahwa bossku ada rencana menjenguk sekitar minggu depan. Tak lama kami berbincang, Bundo langsung bilang, "Bundo mau bobo, ya."

Sabtu, 13 Agustus 2016
Sekitar subuh, Bundo seperti gelisah dan omongannya agak ngelantur. Aku sempat mempertanyakan keadaan Bundo dan kata Dady dia memang seperti itu setiap hari. Nanti agak siangan baru baikan. Namun, ternyata Bundo tetap seperti ngelantur (kurang sadar) hingga malam hari. Aku merasa sangat mengantuk saat belum begitu malam. Aku pun bilang ke Dady untuk gantian jaga denganku, jadi agak tengah malam aku akan bangun untuk gantian jaga. Sekitar setengah 12 malam aku gantian jaga dan saat itu kondisi Bundo masih kurang sadar. 

Minggu, 14 Agustus 2016
Sekitar jam 2 malam Bundo mulai bangun-bangun dan seperti semakin berkurang kesadarannya. Beliau menanyakan aku anak siapa, ini dimana, mau pulang, jangan bo'ong, aku sakit, dst.

Aku sempat menanyakan Bundo mau apa. Biasanya, kalau Bundo sakit atau tidak bisa tidur, minum obat. Aku sempat menawarkan minum obat tapi Bundo gak mau.

Pagi hari, aku sempat tidur karena sangat mengantuk. Jadi, Bundo diurus sama Dady dan Mba Anin. Saat itu, Bundo mulai semakin kesakitan dan sesak. Dia minta segera dibawa ke rumah sakit. Kami pun bergegas untuk persiapan bawaan ke RS. Setiba di RS, Bundo sempat tenang saat di UGD. Setelah dilakukan pemeriksaan darah, jantung, dll, dilakukan pula X-ray. Hasil X-ray sempat ditunjukkan di tempat admin UGD dan terlihat oleh kami dari jauh dokter sedang menjelaskan kepada Dady. Kata Dady, dokter bilang ada flek gitu. Tapi dikembalikan ke dokter yang 'pegang' Bundo untuk klarifikasi lebih lanjut. Persiapan admin pun dilakukan untuk rawat inap.

Ketika pindah ke kamar, Bundo mulai banyak bicara karena kesakitan, "Allah.. Allah.." Aku dan Mba Anin makan siang dan dilanjutkan pulang ke rumah karena aku harus bersiap kembali ke Jakarta. Aku menyempatkan untuk ke RS sebelum kembali ke Jakarta untuk melihat dan pamitan dengan Bundo. Saat itu Bundo masih banyak bicara karena kesakitan/sesak, dan terlihat kurang sadar. Tapi ketika aku bilang mau pulang, Bundo masih bisa bertanya, "Pulang kemana?" Setelah mencium dan minta dicium Bundo, aku pun pergi untuk kembali ke Jakarta.

Sekitar maghrib, melalui whatsapp Dady mengabari bahwa akan dilakukan transfusi darah 4 labu. Aku sempat menanyakan bagaimana hasil cek darahnya namun katanya suster tidak ada info hasil cek darahnya, hanya bilang mau transfusi. Sekitar jam 10 atau 11 malam, Bundo dipasangkan respirator yang bentuknya seperti balon untuk bantuan pernapasan. 

Senin, 15 Agustus 2016
Jam 10 pagi Dady mengabari bahwa dokter yang 'pegang' Bundo bilang bahwa penyebab sesak karena banyak bercak di paru-paru. Kata dokter, tidak ada tindakan untuk paru, semakin lama akan semakin sesak. Dady meminta anak-anaknya untuk carikan pengobatan alternatif. Malam harinya, aku menanyakan kembali kondisi bundo, apakah sudah lebih 'sadar'. Mba Anin sempat mengirimkan foto Bundo lagi makan bubur. Bundo tidak banyak bicara saat itu, hanya diam saja saat makan. Setelah makan, Bundo tidur. Siapa sangka, Bundo tidur dan tidak bangun-bangun lagi sampai dinyatakan meninggal.

Selasa, 16 Agustus 2016
Sekitar setengah 9 pagi Dady bilang kalau dokter habis visit bilang kalau napasnya Bundo berat, apa anak-anak sudah tahu semua, mau dikasih obat mudah2an bisa baik. Dady mulai mengabarkan Mbah dan menanyakan jadwal kegiatan Mas Okta. Sekitar pk 10.30, ada Ustadz yang datang dan berdoa untuk Bundo.

Sekitar jam 3 sore, Dady private massage ke aku bilang kalau tadi pagi dokter bilang kondisi Bundo semakin menurun, keluarga harus siap, harus ikhlash. Mempertimbangkan penyakitnya, kondisinya tidak akan dibawa ke ICU karena di ICU hanya bernapas dengan mesin dan membuat semakin tidak nyaman. Dari ucapan Dady ini aku mulai ingin menangis (bahkan ketika menulis ini kembali). Aku memesan travel Baraya dan alhamdulillah masih ada kuota. Ketika shalat Asar, aku mulampiaskan kesedihanku, benar-benar sudah tidak bisa ditahan lagi. Setelah shalat, aku berusaha untuk tampak biasa karena aku sudah tidak bisa berkata lagi. Di perjalanan, aku tidak bisa menahan air mata yang ingin jatuh. Kebenaran aku mendapat tempat tepat dekat kaca. Kubiarkan air mataku bercucuran hingga mataku mulai terasa berat. Aku sempat tidur sejenak karena kepalaku sudah mulai semakin tidak enak rasanya karena lama menangis.

Aku tiba di RS sekitar jam 10 malam. Ada tante dan Mbah yang sudah tiba duluan. Mbah sempat ingin tidur di RS namun kondisi tidak memungkinkan. Akhirnya, Mba Anin menemani tamu keluarga untuk tidur di rumah. Aku dan Dady yang stand by di RS. Sebelum tidur, Dady bercerita kembali mengenai keadaan Bundo dan mulai membicarakan persiapan jika terjadi 'sesuatu'. Aku kembali mengucurkan air mata sembari tetap berusaha tenang. Suster datang untuk memasang bedside monitor supaya kondisi Bundo terbaca secara real time. Kami mengobrol sampai tengah malam (sekitar setengah 1) hingga akhirnya memutuskan untuk istirahat. Aku sudah tidak tahan dengan kepala yang sudah makin pusing karena menangis terus. Pada monitor terpampang grafik jantung, grafik saturasi oksigen, grafik pernapasan, tekanan darah. Sejak pagi/siang itu tekanan darah Bundo memang sudah rendah. Awal dipasang monitor, kondisi semuanya masih terlihat normal. Aku merasa tertidur sangat lelap sampai tidak menyadari di saat aku tertidur, ada tanteku yang datang untuk menjenguk Bundo, tapi tidak mau membangunkanku.

Rabu, 17 Agustus 2016
Sekitar jam 1 malam, monitor mulai bunyi-bunyi. Awalnya beberapa kali panggil suster, disilent, agak lama baru bunyi lagi. Namun, lama-kelamaan mulai lebih sering bunyinya dan angka-angkanya mulai menurun. Aku mulai tidak bisa tidur lagi dan mulai mengamati Bundo. Kupegang tangannya mulai dingin. Hatiku mulai gelisah. Grafik saturasi oksigen sempat tidak bisa terbaca. Dady sempat mencoba pakai alat terpisah tapi tidak terbaca juga. Yang kuheran, suster juga tidak menampakkan kepanikan. Hingga akhirnya, angka-angka mulai bergerak naik turun dengan cepat. Nafas Bundo juga mulai lebih jarang. Semuanya mulai menurun, hingga akhirnya tidak terbaca dan Bundo lama tidak terlihat bernafas. Suster pun bilang silakan didoain. "Laa ilaaha illallaah." Hiks, air mata mulai keluar, bibir sulit digerakkan. "Muhammadar rasulullaah". Seketika, grafik jantung sempat muncul kembali. Suster yang sedang melangkah pergi sempat kaget karena monitor kembali bunyi. Namun ternyata hanya sesaat. Monitor kembali mati. Mungkinkah saat itu Bundo menyempatkan untuk bersyahadat? Wallahu a'lam. Kuulangi beberapa kali kalimat syahadat di telinganya. Suster memanggil dokter jaga dan sekitar 1.50 Bundo dinyatakan sudah meninggal. Dady langsung menghubungi keluarga di rumah Cimahi. Kami segera menginfokan pula ke keluarga dan teman-teman berita duka ini.

Urusan admin segera diselesaikan sembari ayat-ayat Al-Qur'an dilantunkan oleh keluarga. Bundo dipindahkan menggunakan ambulans ke Rumah Duka yang berada di seberang RS. Kami sudah berpesan juga ke petugas agar disediakan air hangat untuk mandi sesuai pesan yang pernah Bundo sampaikan. Alhamdulillah, RS Borromeus ini menyediakan layanan memandikan jenazah untuk muslim. Kuikuti proses pemandian hingga pemakaian kain kafan.

Sesuai pesan Bundo dari dulu, pemakaman dilakukan di Pemalang, kampung halamannya.Sembari menunggu ambulans Telkom yang dipesan, jenazah diletakkan di sebuah ruangan yang masih kosong di rumah duka. Alhamdulillah, banyak saudara, teman, tetangga yang datang turut berduka, menshalatkan, dan mendoakan almarhumah. Sekitar 9.30 jenazah diberangkatkan ke Pemalang. Aku dan Dady ikut di mobil jenazah. Perjalanan ditempuh hanya sekitar 4 jam tiba di rumah Mbah.

Tak lama setelah tiba di rumah, jenazah dibawa ke masjid untuk dishalati dan langsung dibawa ke makam. Posisi makam Bundo berdekatan dengan makam bapaknya dan 2 kakak yang telah mendahuluinya.

'Bundo, Bundo udah gak sakit lagi. Bundo bahagia kan disana? Ketemu sama bapak yang Bundo rindukan karena gak pernah merasakan kasih sayang bapak dari kecil, ketemu sama kakak-kakak yang sudah mendahului Bundo.'

'Ya Allah, Bundo baik-baik saja kan disana? Tempatkan ia di tempat terbaik dan terindah di sisiMu, ampuni dosa-dosanya, terima semua amal ibadahnya, pertemukan kami kembali di jannahMu, Ya Rabb. Semoga Bundo khusnul khatimah. Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.'

'Mas Okta, diantara kita bertiga, aku tahu kamu-lah yang paling terpukul dengan kepergian Bundo. Kamu yang bahkan tidak melihat Bundo sejak lebaran lalu hingga jasadnya telah dimakamkan. Sudah cukup sedihnya. Ini yang terbaik untuk Bundo supaya gak sakit lagi. Dan percayalah, insya Allah nanti kita akan berkumpul lagi sebagai keluarga yang utuh di jannahNya kelak :). Aamiin..'

Di akhir kehidupan Bundo, kami justru tidak banyak bicara dengannya. Bundo koma dalam waktu yang cukup singkat. Tapi pasti ini yang terbaik. Di akhir kehidupan, Bundo tidak sedang meraung kesakitan. Bundo memang tidak sempat menuturkan wasiat-wasiat kepada kami. Tapi beliau sudah menyiapkan buku wasiat yang dari dulu beliau bilang supaya dibuka ketika beliau sudah tidak ada. Kami selalu tidak mempedulikan pesan itu, hanya sekedar didengarkan saja. Makanya tidak ada pula yang tahu persis seperti apa buku itu. Hingga saat kemarin kami kembali ke Cimahi, buku itu dicari dan akhirnya ketemu. Segala kepentingan telah Bundo titipkan juga ke Dady. Setelah kami buka buku wasiat tersebut, ternyata tulisannya dibuat dari Februari 2011, bahkan sebelum beliau operasi di Bulan November 2011.

'Bundo, maafin aku yang kurang maksimal dalam merawat Bundo. Insya Allah aku akan berusaha menjalani semua wasiat yang kau tulis. Bundo baik-baik 'disana'. Insya ALLAH kita akan ketemu lagi di surgaNya kelak. :') Aku akan tetap menjadi bintang kecilmu yang bersinar terang.'



"Dia pergi untuk kehidupan yang lebih baik. Dan aku yakin Allah Subhanahu wata 'ala akan menjaganya supaya selalu bahagia di kehidupan saat ini dan selanjutnya."


Salam sayang untuk Bundo,
dari little star yang selalu merindukanmu dan insya Allah mendo'akan kebaikan untukmu.


Komentar

Most viewed

Psikotes dan interview HRD di perusahaan farmasi (berbeda dengan yang pertama)

My first job

Kajian Asma'ul Husna - Al Qahhar