Jajak Pendapat 1 - Lebih shalih siapa?
Jajak Pendapat 1
Lebih baik mana, calon suami atau calon istri yang lebih shalih?
Teorinya, suami adalah imam bagi
istri dan keluarganya. Dengan begitu, sudah sepantasnya suami memiliki ilmu dan
pengamalan yang lebih baik agar bisa menjadi contoh bagi keluarganya. Namun,
salahkah jika seorang lelaki berjodoh
dengan wanita yang lebih baik, misalnya seorang preman yang berjodoh dengan
wanita hafidzah anak ustadz? Siapa yang bisa memastikan bahwa wanita penghafal
Al-Qur’an itu lebih baik daripada si preman? Bukankah setiap orang memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing? Bukankah hanya Allah saja yang berhak
memberikan penilaian?
Dalam survey kali ini, saya
mengumpulkan pendapat dari para lelaki dan wanita mengenai kecenderungan awal
hati mereka dalam memilih pasangan hidup. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah benar bahwa dalam praktiknya pun lelaki memang diinginkan lebih shalih
daripada wanitanya.
Pertanyaan untuk lelaki:
Prefer calon istri yang lebih
shalih atau si lelaki harus lebih shalih daripada calon istrinya?
Pertanyaan untuk wanita:
Prefer calon suami yang lebih
shalih atau tidak masalah jika calon wanitanya yang lebih shalih?
Shalih disini tidak ada
parameter baku yang saya ditentukan. Jadi bisa dibilang subjektif sesuai
penilaian diri masing-masing saja. Mengapa saya sebut seperti ini? Karena
setiap orang punya penilaian masing-masing terhadap calon pasangannya dengan
parameter yang sesuai penilaiannya. Si A menilai keshalihan dari intensitas
ibadah mahdhah. Si B menilai keshalihan dari akhlak dalam pengamalan agama,
misalnya dalam keteguhan untuk tidak menyentuh yang bukan mahramnya. Si C
menilai keshalihan dari cara seseorang menjaga pandangan dan hubungan dengan
lawan jenis sehingga tidak bersifat playboy
atau playgirl.
Responden diminta untuk tidak
terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang bisa membuat bingung dalam menjawab
pertanyaan survey. Mungkin bagi beberapa orang akan sulit untuk memilih satu
dari dua pilihan jawaban yang diajukan. Hal ini bisa dikarenakan orang tersebut
sudah pernah memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih toleran dalam
memilih. Mau tidak mau, pengalaman ini memberikan pengaruh dalam menjawab
pertanyaan dan responden pun tidak bisa dipaksa untuk tetap memilih satu
pilihan. Dalam survey ini, saya hanya memasukkan responden yang bisa memberikan
kecenderungan pada satu pilihan saja. Jawaban tidak ada yang salah karena
setiap jawaban memiliki alasan masing-masing. Pada dasarnya, kalau sudah cinta,
harus bisa menerima kondisi masing-masing, baik kelebihan maupun kekurangannya,
kan? π
Pertanyaan diajukan lewat media sosial whatsapp dan facebook penulis sehingga dapat dipastikan > 80% responden adalah orang yang cukup dikenal oleh penulis. Total responden sebanyak 23 orang dengan
jumlah responden laki-laki 11 orang dan jumlah responden wanita 12 orang. Usia
responden berkisar 23 – 29 tahun, dengan rata-rata usia 25 tahun.
Dari hasil survey, 7/11 lelaki prefer jika dirinya lebih shalih
daripada calon istrinya. Alasan utama adalah karena lelaki merupakan pemimpin
bagi keluarga sehingga harus bisa mengarahkan keluarga sesuai tuntunan agama.
Tidak menampik pula bahwa mereka merasa malu/gengsi jika tidak lebih shalih
dari calon istrinya. Kemudian, karena keshalihan pula yang menjadi parameter
wanita dalam memilih pasangan hidup.
Sebaliknya, 4/11 responden
lelaki prefer jika calon istri lebih
shalih daripada dirinya. Lelaki yang memilih jawaban ini sebagian adalah tipe
yang suka ber-fastabiqul khairat (bersaing
dalam kebaikan), dimana istri yang lebih shalih akan memotivasi dirinya supaya menjadi
sosok yang lebih baik. Alasan lainnya adalah karena wanita merupakan faktor
dominan kokohnya rumah tangga. Kita sering dengar bahwa wanita adalah madrasah pertama
bagi anak-anaknya. Tentu saja seorang lelaki tidak menolak jika berjodoh dengan
wanita yang lebih shalih dari dirinya. Wanita dengan segala kelebihannya itu dapat
dengan mandiri mendidik anak-anaknya di rumah walaupun suami sibuk di luar
rumah. Tentu dalam hal ini suami akan merasa lebih tenang karena ada sosok yang
sudah ia yakini dapat menjalani tugasnya lebih baik dari apa yang ia
perkirakan. Lelaki juga berpendapat bahwa wanita yang lebih shalih akan lebih
mudah diarahkan dan dinasihati. Tentu saja hal ini bergantung juga dari
kepribadian personalnya, ya. Kemudian, istri yang lebih shalih diharapkan dapat
menjadi pengingat ketika suami melakukan kesalahan. Di balik imam yang baik ada
makmum yang senantiasa mendampingi dan mengingatkan dalam kebaikan. Imam/pemimpin
juga bisa melakukan kesalahan, bukan? π
Baiklah, sekarang kita lihat
bagaimana pandangan dari sisi wanita. 10/12 wanita prefer untuk memiliki suami yang lebih shalih dari pada dirinya
sendiri. Hal ini dikarenakan lelaki diciptakan sebagai pemimpin keluarga dan
perlu mengaplikasikan keimanannya dalam kehidupan rumah tangga. Wanita sebagai
makmum memiliki sifat bawaan ingin dibimbing. Kebanyakan para wanita beralasan bahwa
mereka ingin di-drive untuk menjadi
lebih baik. Sebagian wanita berpendapat bahwa bawaan lelaki bersifat superior
sehingga suami akan menetapkan aturan dalam keluarga sesuai dengan apa yang ia
telah pahami. Tapi, kepala keluarga yang baik tentunya mau menerima masukan dan
nasihat dari anggota keluarganya, kan? π Sebagian wanita juga merasa bukan tipe yang
bisa menasihati dengan baik. Dia khawatir malah tidak bisa membantu suami
menjadi sosok yang lebih baik atau membuat suami merasa tersinggung ketika
dinasihati. Tidak menampik pula bahwa wanita mencari suami yang lebih shalih
agar tenang hidupnya karena suami akan mengarahkan keluarga ke arah yang baik
sesuai tuntunan agama, tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini, lebih penting
lagi untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.
Sebaliknya, 2/12 wanita tidak
masalah jika dirinya lebih shalih daripada calon suami. Seseorang yang shalih
hari ini belum menjamin esok akan tetap shalih, bukan? Begitu pula sebaliknya,
seseorang yang kurang shalih hari ini, masih punya kesempatan untuk menjadi
lebih baik, bukan? Kelompok wanita yang memilih jawaban ini dimungkinkan
merupakan sosok wanita yang siap untuk membantu membimbing suami menjadi sosok
yang lebih baik. Tentu saja suami juga harus siap untuk menerima masukan
sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa tersinggung, melainkan saling
berpikir positif bahwa suami-istri bertugas untuk saling melengkapi kekurangan
masing-masing.
Alhamdulillah. Saya selalu
merasa senang melihat pandangan dari berbagai sisi sehingga kita bisa memahami pendapat
orang lain. Hasil survey menunjukkan bahwa sesuai teori, baik dari sisi lelaki
ataupun wanita, lelaki diharapkan merupakan sosok yang lebih shalih daripada pasangannya.
Namun, menjadi baik adalah sebuah proses. Bukankah iman itu selalu naik turun? Ada
suatu waktu ketika lelaki harus menjadi sosok yang ‘lebih’ daripada wanita, dan
ada suatu waktu ketika wanita harus menjadi sosok yang ‘lebih’ dari lelaki. Ada
kalanya wanita berada dalam kondisi lemah sehingga suami harus menguatkan. Tidak
menampik pula akan ada saatnya lelaki berada dalam kondisi lemah sehingga istri
tidak boleh ikut-ikutan lemah. Ia harus bisa menjadi sosok yang menguatkan. Saling
menetralkan.
Setiap manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari sisi A, mungkin wanita memiliki
nilai lebih daripada lelaki. Tapi dari sisi B, lelaki memiliki kelebihan
daripada wanita. Pada akhirnya, resultan dari plus-minus setiap diri memberikan
hasil yang seimbang. Inilah yang bisa disebut jodohmu adalah cerminan dirimu. Seorang
hafidz tentu akan lebih pantas jika berjodoh dengan hafidzah. Namun, seseorang
yang masih sulit bangun dini hari untuk tahajud, tidak salah juga kan jika
mendapatkan pasangan hidup yang rajin tahajud sehingga pada akhirnya mereka
bisa sama-sama mengamalkan kebaikan? Yang mana ketika keduanya masih single,
kebaikan itu hanya dilakukan oleh salah satu pihak. Tapi ikatan pernikahan
menularkan virus kebaikan itu sehingga keduanya akan saling mengisi lubang-lubang
kekurangan.
Setelah membaca review ini, saya
harap para lelaki akan lebih bersemangat menjadi sosok yang lebih shalih karena
memang kenyataannya wanita akan memilih sosok imam yang memenuhi kualifikasi
untuk ia berani titipkan masa depannya dirakit bersama. Saya juga berharap para
wanita akan lebih bersemangat menjadi sosok yang lebih shalihah karena walaupun
kebanyakan lelaki berharap ia lebih shalih dari pada istrinya, para lelaki juga
akan mempertimbangkan kualifikasi minimum seorang istri yang menyenangkan dan ia
berani titipkan masa depan anak-anaknya kelak.
Wallahu a’lam bishshawab.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan yang berlebihan dalam tulisan ini. Semoga
manfaatnya lebih banyak daripada mudharatnya.
Kritik dan saran silakan disampaikan langsung pada penulis.
Bogor, 1 Safar 1439H
Oleh: Kartika Trianita
Komentar