Kalau lingkungan tidak mendukung, masih mau berbuat baik?
Hari ini, salah satu dosen favorit kami membawakan kuliah dengan sangat kurang bersemangat dan penampilan yang nampak lelah. Apalagi materi yang disampaikan kebanyakan adalah kesulitan dalam berkolaborasi untuk mengembangkan suatu inovasi karena kondisi di entitas terutama pemerintahan yang sulit untuk menyamakan visi dengan perguruan tinggi dan swasta. Mendengar penjelasan Bapak ini saya merasa hopeless dan menjadi berpikir ulang. Buat apa kita berletih-letih mengembangkan suatu inovasi kalau ujungnya saat implementasi akan dipersulit oleh sistem yang memiliki kepentingan lain? Buat apa capek-capek ngerjain tesis kalau kondisi lingkungan masih tidak memungkinkan untuk implementasi hasil penelitian kita?
Lalu saya kembali berpikir, apa tujuanmu berinovasi? Apakah untuk kebaikan? Bukankah akan selalu ada jalan untuk niat baik? Aku tidak menjanjikan selalu ada jalan untuk pencapaian niat baik tersebut. Tapi minimal akan ada balasan dari niat baik tersebut yang gak bisa diukur dengan materi atau bahkan terukur di dunia. Percayalah ada Sang Maha Baik yang tidak akan menyia-nyiakan usahamu di saat tak ada seorang pun mau mendukung niat baikmu. Dan percayalah, Insya Allah masih ada orang-orang baik lainnya yang juga memiliki niat baik sepertimu. Kalau sekarang tidak ada, mungkin nanti akan dipertemukan, yang penting tetap jaga niat baik itu dan jangan nodai dengan kepentingan golongan tertentu yang merugikan orang lain. Kalau sekarang hasil penelitianmu masih gak mungkin diwujudkan, mungkin nanti. Kita gak harus menjadi orang di depan layar yang dikenal orang atas suatu keberhasilan bukan?
Ah, aku salut sekali masih bisa mendengar dosen (tidak hanya satu, sering) yang memilih untuk mundur atas tawaran yang tidak fair dalam suatu proyek. You know, mengetahui masih adanya orang-orang seperti ini adalah hal luar biasa non materil yang saya dapatkan disini. Kita kembalikan ke kaidah fiqihnya, ketika ada beberapa pilihan maka pilihlah pilihan yang paling sedikit mudharatnya dan paling banyak manfaatnya. As simple as that. But sometimes, our worldly desires dominate. Kalau menghadapi hal ini saja tidak bisa, bagaimana ketika menghadapi masa mempertahankan keyakinan seperti menggenggam bara api?
Komentar