Mengambil keputusan besar dalam hidup

Lama tidak menulis bukan berarti hidupku sedang biasa saja. Justru belakangan ini aku mengalami banyak kegalauan hidup, terutama dalam mengambil keputusan. Di samping itu, kesibukan juga membuat tidak menyempatkan diri untuk sharing disini.

Beberapa hari lalu aku sempat bertemu dengan dua orang Ibu yang baru kukenal. Kesan pertama ketika tahu aku lulusan ITB, mereka merasa sayang dengan ijazah yang kumiliki. Kenapa tidak melamar ke Pert*min*? IPmu berapa? TOEFL berapa? Masih ada kesempatan untuk bisa mendaftar. Hmm.. Ntah mengapa ya, kebanyakan orang akan menganggap lulusan perguruan tinggi ternama seharusnya bekerja di tempat yang menurut mereka bergengsi. Inilah salah satu beban yang diemban lulusan perguruan tinggi ternama.

Bersama salah satu Ibu itu, kami berbicara cukup banyak mengenai hidup dan masa depan. Ibu itu memberiku banyak saran atas cerita tentang cita-citaku di masa depan.

Sejak beberapa waktu lalu, aku sering teringat pada suatu perkataan dari seseorang, mengenai pengalamannya dalam mengambil keputusan besar dalam hidup. Kita tahu keputusan itu akan memberikan dampak yang besar, mungkin untuk perubahan yang jauh lebih baik atau justru sebaliknya.

Kita semua paham, bahwa lulusan Kimia maka seharusnya bekerja di bidang yang sesuai, paling cocok riset di lab. Sayang dong kalau keluar dari jalur, ilmunya jadi gak kepake? Apa yang kuperoleh di masa lalu berperan pula untuk masa depanku. Tentunya setiap perusahaan/universitas akan mempertimbangkan background calon pekerjanya. Mereka akan prefer pada kandidat dengan background yang sesuai.

Mari kita flashback. Berbicara tentang bagaimana aku bisa menjadi seorang Sarjana Kimia, ceritanya akan sangat panjang. Bermula dari waktu SMP aku sering menjadi tempat curhat dan konsultasi. Aku pun berkeinginan menjadi Psikolog. Teman-teman mendukungku karena memang merasa aku cocok dalam bidang itu. Aku juga didukung oleh orang tua. Hingga SMA, keinginan menjadi Psikolog tidak pudar sama sekali, justru semakin menguat. Aku tidak begitu mengenal jurusan-jurusan lain. Ketika SMA, aku mulai tertarik dengan bintang-bintang. Bermula dari namaku yang artinya bintang. Lalu, aku sempat pula ikut olimpiade astronomi. Aku menjadi cinta dengan astronomi. Lulus SMA, aku pun mendaftar Ujian Mandiri SMUP UNPAD. Ternyata aku tidak lolos. Lalu, aku mendaftar Ujian Mandiri USM 2 ITB. Disini aku memilih jalur minat astronomi (FMIPA). Alhamdulillah, aku lolos. Namun, dengan kelulusanku ini, aku harus memilih untuk mengambilnya atau direlakan dan ikut SNMPTN. Sebenarnya orang tuaku menjadi 2 kubu, Ibuku mendukung anaknya masuk ITB, ayahku condong untuk mencoba Psikologi UNPAD. Jika aku masuk UNPAD, maka aku harus ngekos. Ibuku lebih suka dengan nama ITB dan aku tidak perlu ngekos kalau di ITB. Setelah melakukan pertimbangan bersama, akhirnya diputuskan untuk mengambil USM ITB ini. Secara otomatis, kesempatan untuk mencoba Psikologi UNPAD sudah hilang. Aku harus merelakan cita-cita yang kumpikan sejak SMP ini. Di ITB kita akan masuk ke fakultas terlebih dahulu, tidak langsung penjurusan. Ketika menjalani kehidupan Tahap Pesiapan Bersama (TPB) di fakultas FMIPA inilah aku mulai kembali berpikir. Berpikir mengenai masa depan. Akan menjadi apa aku jika masuk jurusan astronomi? Maka, setelah melakukan pertimbangan-pertimbangan, kuputuskan untuk memilih jurusan lain yang menurutku bisa memberikan banyak manfaat untuk kehidupan. Aku pun memilih Kimia. Lihat, panjang kan ceritanya sehingga aku bisa masuk Kimia? ^^

Sebenarnya kita punya kesempatan untuk mencoba SNMPTN 2 kali lagi. Ntah sayang/syukur-nya, aku baru kepikiran untuk mencoba SNMPTN lagi ketika kesempatan untuk SNMPTN lagi itu sudah habis. Sempat terpikir, kenapa gak dari dulu kepikiran mengulang SNMPTN untuk mengejar passion-mu? Padahal teman-temanku juga banyak yang mengulang SNMPTN untuk mengejar cita-cita mereka. Mungkin karena di awal aku sudah bertekad menyelesaikan apa yang kuperoleh dalam kondisi apapun itu, sekalipun itu bukan passionku. Aku berpikir sayang waktunya kalau mengulang dari awal. Namun aku baru menyadari bagaimana beratnya menjalani sesuatu yang tidak sesuai passion setelah menjalaninya. Jika kita lihat dari sejarahnya, Kimia ini dipilih bukan berdasarkan passion/minat yang memang benar-benar diingini dari awal. Aku pun berjuang di Kimia yang bisa dibilang bukan passion hidupku. Ketika itu yang ada dalam pikiranku adalah "Inilah jalanmu, Tik. Kamu harus menyelesaikannya".

Aku pun berusaha semaksimal mungkin untuk bisa cepat lulus. Alasanku ingin cepat lulus bukan hanya karena beasiswa yang terbatas dan keinginan memberikan persembahan Sarjana pada orang tua, melainkan juga didukung dengan keinginan untuk segera mengakhiri semua ini. Selama aku menjadi mahasiswa, muncul ketertarikan di bidang bisnis. Keinginan ini terus membesar dan memotivasiku untuk merealisasikannya. Sempat terpikirkan olehku untuk membangun bisnis yang masih ada hubungannya dengan Kimia supaya ilmuku tetap terpakai. Namun passion sesungguhnya adalah bisnis di bidang wisata, ntah itu nantinya akan tetap berhubungan dengan ilmu Kimia atau tidak. Toh, kalau ditanya apa yang paling berkesan dalam masa mahasiswaku, bukanlah ilmu sainsnya yang paling berkesan, melainkan ilmu menjalani hidup, ilmu menghadapi dan menyelesaikan masalah, dan ilmu kehidupan lainnya. Ilmu kehidupan inilah yang menjadi modal tak kalah penting untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Kalau tidak salah aku pernah membahas ini di salah satu postingan blog ini.

So, sekarang passionku di bidang bisnis. Beberapa jenis bisnis terpikirkan. Jika selama ini aku seperti 'terkekang' dalam hal yang sebenarnya kurang sesuai dengan passionku, sekarang aku hanya ini memohon izin agar ke depannya aku bisa benar-benar menjalani sesuatu yang memang sesuai dengan passion, dengan keinginan hati. Aku sadar, sesuatu yang dikerjakan dengan hati dan tidak hasilnya akan berbeda. Maka, izinkan aku untuk mulai saat ini bisa kembali ke panggilan jiwa dan hatiku. Aku tidak menyesali atas semua yang telah terjadi di masa lalu. Justru aku berterima kasih pada masa lalu yang telah memberikanku banyak pelajaran hidup. 

Aku ingin segera memulai dan fokus pada tujuan hidupku. Dari dulu, aku sudah terbiasa dengan mengambil keputusan hidup. Pada dasarnya, apapun keputusannya, yang penting adalah kesiapan menanggung segala resiko atas keputusan tersebut. Aku ingin turut berperan dalam meningkatkan happiness index masyarakat, aku ingin menjadi bagian dalam memajukan hometownku. Aku lahir di Bandung, namun tinggal di Cimahi. Rasanya akan lebih mudah jika aku berkontribusi untuk Cimahi sebagai tanah tempat tinggalku selama ini. Saat ini aku sedang membulatkan tekad kapan akan benar-benar bisa menjalaninya. Semoga ALLAH Subhanahu wata'ala meridlai keinginanku. Semoga Dia menguatkanku untuk mengambil keputusan terbaik. Bismillah... ALLAHU AKBAR!
\^O^/

Slipi, 13 September 2015 / 20 Zulkaedah 1436 H


Komentar

Most viewed

Psikotes dan interview HRD di perusahaan farmasi (berbeda dengan yang pertama)

Kajian Asma'ul Husna - Al Qahhar

My first job