Semester pertama di IPB
Awalnya saya berencana menceritakan pengalaman 2 bulan pertama kuliah di
IPB. Lalu mundur menjadi 3 bulan pertama. Hingga akhirnya harus mundur lagi
jadi semester pertama karena kesibukan yang cukup padat dengan kegiatan
akademik di IPB. Oleh karena tulisan ini menceritakan pengalaman 1 semester,
maka harap bersabar ya membacanya. π
...
4 September 2017 adalah hari pertama kuliah saya di IPB, tepatnya di
Jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIP), Fakultas Teknologi Pertanian
(FATETA). Awalnya saya berencana mengakhiri masa kerja di bulan Juli sehingga
bisa free sekitar sebulan sebelum memasuki dunia kampus.
Namun, dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan untuk transisi ke pengganti
saya dalam waktu yang singkat, maka hasil negosiasi dengan bosses adalah
diperpanjang sebulan. Bahkan, ada beberapa hari kerja di Bulan September karena
penggantiku baru masuk akhir Agustus. Saya kira awal-awal kuliah masih belum
terlalu sibuk sehingga mudah untuk sesekali masuk kerja. Apalagi rencana awal
saya tetap tinggal dengan tante di Jakarta, jadi PP Jakarta-Bogor. Apa mau
dikata, kenyataan jauh dari rencana. Saya akan menceritakan semua keresahan dan
keterkejutan yang saya alami sejak pindah ke Bogor ini.
Kampusku di IPB Dramaga
Kampus saya ternyata terletak di Dramaga, Kabupaten Bogor, dimana itu
adalah lokasi yang cukup jauh dari pusat kota (sekitar 12 km dari Kebun Raya
Bogor). Ini menjadi tantangan tersendiri karena sebelumnya saya tinggal di Kota
Metropolitan dengan segala fasilitas yang tersedia. Disini, ojek online pun
dilarang melewati batas wilayah. Lebih-lebih lagi, Jl Raya Dramaga yang
perkiraanku hanya sepanjang ± 3 km itu merupakan daerah yang sering
macet. Saya pernah naik bus Leuwi Liang-Bandung, dari kampus ke ujung Jalan
Raya Dramaga menghabiskan waktu selama 45 menit. Perjalanan
dari Jakarta (tepatnya Cawang) ke Bogor menggunakan KRL+ojek memakan waktu
sekitar 2 jam (kalau lancar). Saya pernah mengalami perjalanan di Hari Senin
pagi dengan kemacetan yang luar biasa sehingga sampai delay sekitar
setengah jam tiba di kampus. Tidak hanya itu, ongkos perjalanan pun tidak
bersaing jika dibandingkan dengan kos di dekat kampus. Maka, dengan berat hati
saya harus menyampaikan pada tante saya untuk tidak bisa melanjutkan menemani
beliau di Jakarta. Apalagi, walaupun masih awal-awal masuk, sudah banyak kegiatan
yang diselenggarakan oleh kampus, ntah itu dari Sekolah
Pascasarjana, Forum Wacana (nama BEM pascasarjana IPB), maupun oleh Program
Studi. Tubuh ini rasanya tidak kuat jika harus menjalani kehidupan ekstrim yang
bisa melebihi ekstrimnya dunia kerja yang baru saja dilepaskan.
Keterkejutan belum selesai. Setibanya di bumi kampus IPB, ex mahasiswa ITB yang dahulunya kuliah di Jl Ganesha ini langsung syok karena besarnya kampus IPB dan
kelelahan ketika harus mengelilingi kampus dari satu lokasi ke lokasi lainnya
dengan berjalan kaki, apalagi kalau harus membawa
gembolan. Alhamdulillah, saya dipertemukan dengan
teman SMP waktu di Makassar yang juga kuliah disini. Dia memiliki motor sehingga lelah kaki ini lumayan berkurang.
Pencarian kosan
Ok then, selanjutnya yang harus dilakukan adalah mencari kosan
dan minta dikirimkan motor dari rumah Cimahi. Saya tidak sempat melakukan
pencarian kosan dengan intens hingga akhirnya memutuskan untuk kos di suatu
rumah di Cibanteng bersama teman sesama alumni ITB. Drama kosan pun dimulai.
Saya yang tidak membawa seprai akhirnya menginap di kamar teman dulu. Ketika
sudah ada seprai, baru sehari memakai colokan listrik, esoknya ntah mengapa
colokan tidak berfungsi. Jadi saya harus menumpang colokan di kamar teman atau
sesekali menggunakan colokan dapur. Oke, saya harus segera mencari kosan lain
karena memang merasa kurang nyaman di kosan darurat ini. Dengan waktu yang
kepepet akhir masa kos, saya berusaha menyambangi kosan demi kosan sepanjang
jalan Dramaga dan beberapa kosan yang agak masuk dari jalan raya utama.
Ternyata mencari kosan yang sesuai kebutuhan dan keinginan tidaklah mudah.
Ketika sudah dapat kosan baru, ternyata disini sangat berisik karena pas
seberang SD SMP dan privasi kurang terjaga. Kamu bisa menebak? Saya berencana
pindah kosan (lagi). Namun, dengan berbagai
pertimbangan – bahkan sempat ingin mengontrak rumah dengan teman – saya memutuskan
untuk pindah ke kamar bawah blok sebelah yang lebih tidak berisik saja. Alhamdulillah merasa lebih nyaman
walaupun suara adzan jadi ikut-ikutan tidak terdengar.
Motivasi kuliah di IPB
Baiklah, sebelumnya saya akan menceritakan terlebih dahulu motivasi saya
kuliah di IPB. Saya berminat untuk menekuni bisnis di bidang pertanian. Hal ini
didukung dengan modal berupa sawah yang almarhumah Ibunda tinggalkan di
Pemalang. Kenapa saya memilih IPB? Karena IPB dikenal sebagai kampus pertanian,
setahu saya adalah terbaik se-Indonesia untuk bidang pertanian. Saya mencoba
mencari-cari info kesempatan untuk mengikuti program yang bisa ke luar negeri
juga dan ternyata dari website-nya IPB cukup banyak program seperti joint
degree atau double degree. Oke, ini menjadi motivasi dan
cita-cita saya selanjutnya. Saya memilih jurusan TIP karena terlihat menarik
dan kece. Sinopsis pendaftaran yang saya submit ke
IPB berisi cita-cita saya membangun pertanian di Pemalang dengan cara menemukan
metode yang cocok untuk sistem pertanian di Pemalang. Ketika saya telah
menemukan sistem pertanian yang terbaik, saya akan mengaplikasikannya di lahan
sendiri terlebih dahulu. Keberhasilan yang (diharapkan) diperoleh tentu saja
akan membuat petani-petani lainnya tertarik untuk mengaplikasikannya juga. Dari
situlah perkembangan sistem pertanian di Pemalang yang saya cita-citakan (akan)
dimulai. Tapi, ternyata cita-cita yang luhur tersebut masih menemui tantangan
walaupun saya sudah diterima di IPB. Stay tune, ya untuk tahu
alasannya.
Ketika sudah mulai kuliah, saya baru paham kalau status ‘percobaan’ yang
disandang ketika diterima di IPB bermakna harus mengikuti matrikulasi dengan
mengambil mata kuliah S1 (dalam hal ini saya mengambil 2 mata kuliah). Awalnya
saya mengira status percobaan itu karena saya memilih program double
degree ketika daftar online gelombang I. Pendaftaran
program double degree ini memang hanya bisa diambil untuk yang
mendaftar di gelombang I. Ternyata, saya baru memahami juga setelah masuk kalau
ada teman-teman kami yang juga mengikuti program double degree dan
telah mendapat bantuan dari Pemerintah Aceh. Mereka juga telah memulai kuliah
matrikulasi duluan. Baiklah, akhirnya saya tahu kenapa pendaftaran program double degree hanya
boleh untuk gelombang I. Tidak hanya itu, saya juga harus bisa menerima bahwa
saya telah kehilangan kesempatan mengikuti program double degree.
Ada sedikit rasa ‘sayang’ kenapa tidak meminta penjelasan lebih lanjut mengenai
program double degree ini sebelum melakukan pendaftaran. Sebenarnya saya masih bisa mencoba program joint degree. Namun saya belum memenuhi
kualifikasi skor TOEFL sehingga belum bisa juga untuk mendaftar. Program Matrikulasi
diwajibkan bagi mahasiswa yang tidak segaris dengan jurusan S1, atau akreditasi
jurusan S1 lebih rendah, atau mata kuliah matrikulasi tersebut belum pernah
dipelajari sebelumnya / tidak ada di transkrip. Hal ini baru saya ketahui
setelah masuk. Kembali ada rasa ‘sayang’ mengapa saya tidak melakukan
konfirmasi dari awal apa maksud status percobaan yang saya peroleh ketika
pengumuman diterima di IPB.
Topik sinopsis tesis dan dosen pembimbing
Belum sebulan menghirup kehidupan sebagai mahasiswa magister, kami sudah
diminta oleh Departemen (Departemen/Prodi/Jurusan yang saya maksud sama saja)
untuk mengumpulkan sinopsis beserta ketua komisi pembimbing yang diajukan.
Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah bagi kami, terutama yang bukan berasal
dari IPB, lebih-lebih lagi untuk anak-anak matrikulasi galau, karena belum
mengenal dosen-dosen TIP IPB, bahkan apa itu TIP, ruang lingkup TIP pun masih
belum sepenuhnya dipahami. Ya, satu lagi kesalahanku. Tidak melakukan
konfirmasi dari awal jurusan apa yang seharusnya aku ambil disesuaikan dengan
rencana penelitianku. Rencana penelitianku sebenarnya lebih cocok / masuk ruang
lingkup untuk jurusan lain, yaitu Agronomi dan Holtikultura. Saya sempat galau,
bahan sampai terpikirkan untuk pindah jurusan. Hal ini sebenarnya bisa saja
dilakukan. Namun, dengan segala pertimbangan, saya memutuskan untuk tetap di
TIP saja. Untuk mencapai cita-cita awal saya, sebenarnya bisa saja dengan
mencoba mengaplikasikan metode-metode yang sudah ada dan dibandingkan performance-nya
di lahan Pemalang. Salah satu bujukan dari kantor supaya tidak jadi resign adalah
hal pertanian itu bisa saya pelajari dari Divisi Agriculture di
kantor. Saya kembali teringat mengenai hal ini sehingga saya pikir saya akan
belajar dari teman divisi Agriculture saja untuk cita-cita
awal saya. Dari TIP, saya akan belajar hal lain sesuai dengan ruang lingkup
TIP.
Perjuangan kembali saya alami ketika membuat sinopsis. Saya memahami bahwa
Prodi diberi target agar mahasiswanya bisa cepat lulus sehingga persiapan tesis
harus dimulai sedini mungkin. Tapi saya juga berharap Prodi bisa memahami
anak-anak galau yang baru masuk kandang baru dimana ia masih kebingungan sedang
berada dimana dan apa yang harus ia lakukan untuk bertahan hingga akhir di kandang
baru ini. Seharusnya setiap mahasiswa sudah mengetahui apa yang akan ia lakukan
untuk tesisnya. Itulah mengapa di awal sudah diminta membuat sinopsis. Namun,
dikarenakan saya tidak bisa menjalani sinopsis awal sebagai thesis saya, maka
saya harus memutar otak lagi mencari topik tesis baru. Waktu yang diberikan
Prodi cukup singkat, sekitar 2 minggu saja. Walaupun Prodi sudah memfasilitasi
dengan memberikan perkenalan prodi dan dosen beserta topik yang ditekuni setiap
dosen, saya masih belum bisa langsung mendapatkan inspirasi topik baru. Membaca
buku pink berisi profil dosen TIP malah membuat saya semakin
bingung, merasa seperti berada di kandang yang salah. Bahkan, ketika mendapat
informasi bahwa topik-topik yang ada untuk stream proses
sangat mirip dengan penelitian di Jurusan Kimia, saya sampai berpikir apakah
harus melanjutkan disini jika sebenarnya saya bisa melakukannya di ITB. Jikapun
harus melanjutkan perjuangan disini, saya sempat terpikir untuk menjadikan
dosen pembimbing S1 saya sebagai dosen pembimbing S2 disini karena hal tersebut
memang memungkinkan dilakukan. Waktu begitu cepat berlalu dan deadline sinopsis
semakin dekat. Akhirnya saya hanya sempat bertemu dengan seorang dosen
dari stream proses dan memutuskan untuk memilih beliau menjadi
ketua komisi pembimbing. Sebenarnya Ibu ini sangat baik dan menyenangkan.
Apalagi beliau adalah seorang businesswoman yang sukses. Saya
bisa belajar banyak dari beliau dan mungkin akan menjadi jalan cita-cita saya
menjadi entrepreneur. Tapi, ada keresahan dalam penentuan
topik. Stream proses membuat saya harus mengambil topik yang
‘kimia banget’. OMG. Kimia? Lagi? Bismillah, semoga ini yang terbaik.
Beberapa hari setelah pengumpulan sinopsis, kami dipanggil untuk pertemuan
dengan seorang dosen yang bertanggung jawab terhadap sinopsis tesis mahasiswa
ini. Kami diceramahi karena sinopsis yang dibuat tidak sesuai dengan yang
seharusnya berskala magister. Kami pun diminta untuk membuat revisi sinopsis.
Suatu hari, tetiba kegalauan kembali merundung diri ini. Di suatu malam, sempat
berdiskusi cukup panjang dengan beberapa teman yang berakhir pada keputusan
untuk pindah stream. What?? Ini merupakan hal
yang cukup ekstrim, tapi masih mending dibandingkan dengan
pindah jurusan. Saya segera mencari informasi apakah ketua komisi pembimbing
sudah ditetapkan. Alhamdulillah, BELUM. Saya segera mengisi weekend
saya dengan membuat revisi sinopsis. Totally! Karena ini stream yang
berbeda. Parahnya, justru di stream inilah saya belum
memiliki pemahaman. Stream proses itu kimia banget, saya sudah
menjalani 3 tahun dunia perkimiaan. Stream lingkungan itu dunia kerja banget,
saya sudah menjalani 2 tahun 10 bulan dunia pengolahan air yang merupakan
bagian dari lingkungan. Lalu yang saya pilih malah stream sistem? Helloooo
somebody.. Please tell me what is it! Bahkan sudah mencari-cari
informasi ke teman-teman pun, otak saya masih saja belum paham. Bismillah.
Saya berusaha mencari topik-topik tesis terdahulu terkait stream sistem
hingga akhirnya memilih topik Pengembangan Kawasan Agroindustri di Pemalang.
Saya menemukan di internet bahwa Pemerintah Pemalang memiliki program untuk
menambah kawasan agroindustri. Walaupun saat itu saya tidak mengerti dengan
metodologi penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan, mungkin seiring berjalannya
waktu akan mengerti. Materi stream sistem itu sangat abstrak.
Bayangkan anak sains murni tiba-tiba masuk ke dunia yang abstrak. Rasanya
seperti tiba-tiba disuruh menghabiskan capcay (ini sungguh pernah saya alami).
Oke then, kegalauan belum berakhir. Selanjutnya saya harus memilih dosen pengganti.
Drama pencarian dosen pengganti dimulai. Ada seorang dosen TIP yang dipindahkan
ke Sekolah Bisnis. Dari awal sebenarnya saya tertarik untuk menjadikan beliau
sebagai dosen pembimbing. Namun, awalnya diisukan bahwa beliau tidak bisa
menjadi ketua pembimbing. Namun, tiba-tiba saat pengumuman slot dosen
pembimbing, ternyata beliau masih ada slot. 1 mahasiswa untuk ketua pembimbing
S2. Suatu hari, beliau masuk kelas untuk mengajar suatu mata kuliah. And WOW, appearance beliau
sangat berbeda dengan foto jadul yang beredar. Beliau sosok yang tinggi, gagah,
berisi, tampan, dengan kharisma yang memancar dari awal hingga akhir
kuliah. Okay, saya pun terpikirkan untuk mengajukan diri ‘melamar’
beliau menjadi ketua pembimbing. Dalam hati saya berkata, “Slot 1 mahasiswa itu
adalah aku.” Qadarullah. Berita buruk saya terima saat pencarian
nomor HP beliau. Ternyata ada teman saya yang telah menyalip ‘melamar’ beliau,
langsung setelah kuliah perdana dengan beliau. Dan, DITOLAK. Kamu tahu apa yang
saya pikirkan? Menyerah begitu saja? Oh no, it is not me. Saya
tetap mencoba menghubungi beliau dengan kata-kata yang diatur sedemikian rupa
berharap bersambut baik. Nyatanya, DITOLAK (juga). Keukeuh sih anaknya.
Setidaknya saya mengetahui itu setelah ber-ikhtiar (menghibur
diri). Saya mencoba baca-baca lagi buku pink untuk mencari
inspirasi dosen pembimbing. Bismillah. Sinopsis dan nama dosen
pembimbing revisi saya submit ke prodi. Saya mencari kontak
Bapak S untuk berdiskusi dengan beliau. You know? Bapaknya tidak
menggunakan whatsapp. Hmm… Baiklah. Saya bertemu bapaknya dengan
seorang teman. Sayangnya, saya tidak menemukan chemistry ketika
berdiskusi dengan beliau. Saya pun kembali memutar otak siapa yang sebaiknya
saya pilih menjadi ketua pembimbing. Tetiba seorang teman mengingatkan pada
Bapak A. Bapak A ini sangat sibuk dengan kegiatan rektorat. Beliau pernah
berhalangan mengajar karena prioritas kegiatan rektorat. Kalau saya jadi anak
bimbingan beliau, apakah saya bisa mendapatkan perhatian dengan porsi yang
seharusnya? Baper. Setelah berdiskusi dengan beberapa teman, saya
pun mencoba menghubungi beliau dan alhamdulillah mendapat
respon positif. Dalam pikiran saya, yakin bahwa bapaknya akan tetap punya waktu
buat saya. Ceileh. Saya kembali ke prodi untuk revisi form
pengajuan ketua pembimbing (lagi). Bismillah. Insya Allah ini yang
terakhir. Alhamdulillah, saat ini sudah keluar SK yang menyatakan
beliau sebagai ketua pembimbing saya. Wish me luck. Setidaknya saya
merasa lebih tenang dibandingkan sebelumnya yang kepikiran topik
dan dosen kurang sreg di hati. Ketika finishing tulisan ini,
Bapak A sudah tidak menjabat sebagai wakil rektor lagi. Namun saya belum tahu
bagaimana kesibukan beliau ke depannya.
Perjuangan masih berlanjut dengan pencarian tanda tangan untuk form Komisi
Pembimbing. Baru saja IPB dengan University
of Sydney mengakhiri proyek kerjasama penelitian di Sulawesi mengenai kakao. Tahun depan rencananya akan diajukan kembali
proposal proyek lanjutannya. Oleh karena itu, Bapak A meminta Bapak N, Direktur InterCafe IPB sebagai pembimbing kedua. And you know, Bapak N ini sulit sekali
untuk diajak bertemu. So, you can guess
that I have not had his signature (until now dimana sudah jauh lewat deadline). Belum lagi, jika memang proyek ini ada
lagi, maka saya harus membuat ulang sinopsis dari awal karena ganti topik.
UAS
Akhir semester ditutup dengan perjuangan UAS. Sebelumnya, saya ingin
membahas mengenai jadwal UAS IPB. Jadwal
UAS semester 1 tepat saat masuk liburan akhir tahun. Jadwal UAS semester 2
seminggu setelah libur lebaran. Coba bayangkan. Saat orang lain sudah bisa
senang-senang dengan liburan akhir tahun, kami disibukkan dengan tugas, UAS take home, dan persiapan UAS tertulis yang
sangat menyita waktu. Kemudian, menurut saya libur UAS semester 2 juga kagok
karena perantauan muslim seharusnya sangat menginginkan bisa pulang kampung
saat lebaran. Namun justru libur panjangnya adalah setelah UAS yang baru
dimulai seminggu setelah lebaran. Well,
saya berusaha untuk berpikir positif. Kita jadi bisa berlibur di saat low season karena liburan akhir tahun telah
berlalu. Untuk waktu lebaran kan memang setiap tahun tidak jatuh pada bulan
yang sama terus jadi harus dapat dimaklumi.
Saya adalah salah 1 dari sedikit mahasiswa TIP 54 yg mengambil mata kuliah
paling banyak, yaitu hingga 7 mata kuliah. Well, saya tidak sempat mempersiapkan diri untuk tes TOEFL
karena masa transisi kerja yang belum selesai. Kurang puas dengan nilai bahasa
inggris membuat saya mengambil kelas English,
walaupun pada akhirnya saya baru mengetahui nilai English ini tidak masuk perhitungan IP. Pekan UAS berlangsung
selama 2 pekan. Namun, jadwal UAS ke-7 mata kuliah ini berada pada Hari Senin
pekan pertama dan Hari Senin-Sabtu pekan kedua dengan 1 mata kuliah per hari.
Jadwal seperti ini cukup meringankan karena tidak ada lebih dari 1 makul dalam
1 hari. Namun, saya merasa UAS ini lebih sulit dibandingkan dengan UTS padahal UAS adalah penentuan banget. Tapi saya juga merasa kalau
kesulitan yang dirasakan banyak mengandung faktor yang seharusnya
bisa diatasi kalau persiapannya lebih tepat sasaran. Disini
saya belajar untuk lebih strategic
dalam mempersiapkan ujian. Hari Jumat adalah hari paling
menyesakkan karena saya blank saat
ujian statistika. Padahal ujiannya open
book dan apa yang saya butuhkan saat ujian sebenarnya ada di catatan saya.
Inilah salah satu faktor yang berada di luar kuasa saya. Di hari terakhir UAS,
rasanya badan sudah lemas sekali, kemampuan mengingat mulai melemah, dan
ternyata soalnya benar-benar no idea
untuk menjawabnya. Alhamdulillah itu
adalah ujian susulan matrikulasi jadi rasanya tidak begitu nyesek. Namun,
setelah UAS makul terakhir, hati rasanya masih belum plong banget, hingga saya menemukan quote ini yang membuat saya lebih lega.
#genap #nazrulanwar |
Setiap keputusan yang diambil selalu diiringi dengan resiko yang harus siap
untuk dihadapi. Alhamdulillah, sampai saat ini, tidak pernah saya
menyesali keputusan untuk meninggalkan dunia kerja yang memberikan banyak
kenikmatan materi. Saya belajar untuk menikmati kebahagiaan yang timbul bukan
dari materi, saya belajar menikmati kebahagiaan yang timbul ditengah materi
yang terbatas, tidak seperti dulu.
Saya juga tidak menyesal mengambil keputusan S2 di IPB. Dari awal saya
sudah bertekad jika diterima di IPB, maka akan saya ambil. Dengan segala
kegalauan yang saya alami setelah masuk, saya ambil pelajaran yang bisa dipetik
untuk kehidupan yang lebih baik ke depannya. Selalu lakukan konfirmasi. Ini
penting. Termasuk di dunia kerja. Jangan berspekulasi karena bisa berakibat
buruk ketika spekulasi kita salah.
Saya pernah bercerita dengan teman mengenai kegalauan-kegalauan saya
yang aduhay. Satu kata-kata dia yang masih saya ingat kurang lebih,
“Berarti hasilnya juga harus worth
it, Tik.” Ya, perjuangan yang penuh emosi, menguras tenaga dan pikiran
ini seharusnya bisa memberikan hasil yang maksimal, yang menunjukkan bahwa
jalan ini memang patut untuk diperjuangkan.
Selalu libatkan Allah Subhanahu wata’ala dalam mengambil
sikap dan keputusan dalam hidup. Supaya berkah. Setidaknya, jika pun ke depan
jalan yang dilalui ternyata berliku atau hasil tidak sesuai harapan, kita tidak
menyesal karena telah melibatkan Allah yang menuntun kita dari awal perjalanan
hingga sampai di titik ini. Pasti ini yang terbaik. Jalan terbaik akan selalu
Ia mudahkan untuk kita mencapainya.
Well, happy holidays. Sampai jumpa di semester 2. Keep
blog-walking untuk update sharing
experiences dari saya. ;)
Komentar
Saya juga berniat s2 di ipb . Cuma saya hanya ada terkendala di waktu .
Saya hanya ada waktu di sabtu minggu saja π
Wah kak, sangat membantu ceritanya untuk saya yang sedang dalam masa peralihan di jurusan TIN IPB, saya minat untuk sharing lebih banyak tentang jurusan ini kak, mohon bantuannya hehe, bisa minta email kakak ?